Kisah perjalanan Anak Kampung



Inilah kisah yang akan kutuliskan. akan menceritakan perjalanan hidupku beberapa puluh tahun silam sampai dikehidupanku saat ini.

Aku dilahirkan disebuah desa kecil, terpencil jauh dikaki bukit beberapa puluh tahun silam. aku dilahirkan dalam sebuah keluarga petani penuh kesederhanaan. Dibesarkan bersama ke empat kakak dan satu adik perempuan.
Masa-masa kecilku penuh dengan kenangan indah dan pahit bercampur menjadi satu. setiap hari bergumul dengan kehidupan pedesaan pada umumnya. sehabis sekolah langsung ke sawah atau kebun untuk membantu kedua orang tua atau membantu kakak menggembalakan 2 ekor kerbau harta kami yang paling besar.

setelah lulus SD didesaku, saya harus mendaftar dan bersekolah di SMP Kristen yang letaknya jauh didesa yang lain krn di desa saya belum ada sekolah lanjutan. selama 3 tahun saya harus berjalan kaki sejauh 8-10km pergi dan pulang setiap hari. Jam 6 pagi saya sudah harus berjalan menembus dinginnya kabut karena desaku jauh dipegunungan krang lebih 2 jam hingga sampai disekolah, dan akan kembali kerumah sekitar jam 4 sore. tetapi dimasa itu perjalanan yang begitu jauh tak pernah terasa berat sedikitpun buatku bersama dengan teman2 sedesaku. cita-cita dan harapanlah yang menjadi cambuk dan obat kuat bagi kami untuk tidak pernah mengenal lelah dalam menempuh jarak yang begitu jauh selama tiga tahun lamanya hingga menyelesaikan pendidikanku di SMP dengan nilai yang sangat memuaskan.

setelah lulus SMP saya berani mendaftarkan diri ke sebuah SMA negeri dikota kecamatan, walaupun saya sudah tau bahwa kedua orang tua saya begitu berat membanting tulang dan tidak akan mampu jika melihat penghasilannya untuk mampu membiayai pendidikan saya. waktu itu saya hampir menyerah tetapi ada kata-kata bapak saya yg tidak akan pernah saya lupakan sampai hari ini. disuatu pagi sehabis kami sembahyang pagi bersama papa dan mama saya mengobrol mengenai biaya pendidikan anak-anaknya bapak saya berkata: "Moi aku doa' doa' bang dikukande sola sia, moi angku ma'ata' langi' bangdi assalan massikola nasangi tinde mai anakku" (sekalipun aq hanya makan talas dan garam, sekalipun aq harus tidur beratapkan langit asalkan anakku bisa sekolah" kata2 itulah yang menjadi tenaga pendorong yang terus menyala didalam diri saya untuk terus memacu diri saya untuk mewujudkan mimpi kedua orang tua saya yang tidak memiliki pendidikan sama sekali.

dan pada tahun 2006 yang lalu, mimpi ayah saya itu terwujud ketika saya diwisuda menjadi sarjana terakhir dalam keluarga saya karena kakak-kakak dan adik saya sudah duluan menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat sarjana, secara manusia kedua orang tua kami tidak mampu tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat mengasihi Tuhan dan pejuang Iman bagi keluarga besar kami. mereka adalah teladan dan pahlawan iman yang akan terus hidup dihati kami yang akan kami ceritakan kepada anak cucu kami dikemudian hari.

Kini mimpi ayah dan ibu itu telah menjadi nyata. Ayah dan ibu adalah seorang visioner bagi generasinya. Beberapa waktu yang lalu ketika saya menikah Di Jakarta, kerinduan saya untuk mengajaknya jalan2 dapat terwujud. Sewaktu kami kecil ayah sangat senang mendengar radio ttg politik dan menonton siaran televisi seputaran itu waktu kami sdh mampu beli tv. Saat dia kejakarta kerinduannya cuman ada 3 ingin melihat kantor MPR, Istana Presiden dan Monas. Dan semua mimpi itu bisa terwujud. Sewaktu mengantarkannya pulang, sebelum naik pesawat aq melihat sebuah senyum kebahagiaan yang penuh dengan ketulusan seorang ayah kepada anaknya. Saya begitu terharu sehingga tdk bisa menahan air mata. Ayahku adalah seorang pahlawan yang sangat luar biasa......

Komentar

  1. Sungguh Dahsyat keagungan Tuhan, Sehingga semua harapan dan cita2 bisa tercapai, dan bisa meraih kesuksesan yang luar biasa....

    BalasHapus

Posting Komentar